Senin, 11 Juni 2012

(26 Tugas) Tugas ke-3 (Teori Organisasi Umum 1) (Bambang setiyadi,1db16,38111303)

1.Pengertian Komunikasi
Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh banyak orang, jumlahnya sebanyak orang yang mendifinisikannya. Dari banyak pengertian tersebut jika dianalisis pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.
Gambar berikut menggambarkan apa yang dapat kita namakan model universal komunikasi. Ini mengandung elemen-elemen yang ada dalam setiap tindak komunikasi, terlepas dari apakah itu bersifat intrapribadi, antarpribadi, kelompok kecil, pidato terbuka, atau komunikasi masa.

2. Unsur-Unsur Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu kegiatan penyampaian suatu pesan yang tak pernah lepas dari kehidupan manusia. Komunikasi yang baik, tentunya akan menciptakan hubungan yang baik pula. Untuk menghasilkan hubungan yang baik itu, maka kita tidak boleh melupakan unsur-unsur yang ada dalam komunikasi. Berdasar pada hasil kajian Harold Laswell, unsur-unsur yang mempengaruhi suatu komunikasi terdiri dari lima, yaitu pengirim pesan (komunikator), penerima pesan (komunikan), pesan, media, dan umpan balik, dimana kelima unsur tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi.
1.      Pengirim Pesan (Komunikator)
Pengirim pesan merupakan tokoh utama yang memiliki peran terpenting dalam proses komunikasi. Komunikator dapat berupa perorangan, kelompok, ataupun massa. Dialah yang mempunyai suatu pesan untuk disampaikan pada komunikan. Dalam penyampaiannya, seorang komunikator haruslah percaya diri dan mempunyai attitude yang baik dimana sikap ini mampu menghantarkan informasi sesuai keinginan. Karena apabila dalam penyampaian pesan sikap kita tidak baik, katakanlah sombong, maka pesan penting yang seharusnya sampai pada komunikan malah tidak sepenuhnya sampai akibat sikap kita tersebut. Komunikator juga harus memiliki sikap reseptif yang bersedia menerima gagasan terhadap pesan yang telah disampaikannya.
2.      Penerima Pesan (Komunikan)
Komunikan merupakan seseorang yang mendapatkan suatu pesa. Komunikan juga dapat berupa perorangan, kelompok, ataupun massa. Dapat dikatakan bahwa komunikator dapat menjadi komunikan, dan sebaliknya komunikan dapat menjadi komunikator.
3.      Pesan

Pesan adalah apa yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Suatu pesan biasanya dikupas secara panjang lebar untuk berbagai segi. Penyampaian pesan dapat berupa lisan, face to face, atau melalui media. Bentuk pesan terdiri dari 3 macam, yaitu :
a.       Informatif
Pesan yang seperti ini berisi informasi, fakta-fakta, kemudian komunikan mengambil keputusan. Biasanya pesan yang seperti ini lebih bisa diterima oleh para komunikan.
b.      Persuatif
Pesan ini berisi bujukan. Misalkan saja sebuah iklan sabun di televisi yang mengajak para pemirsa unuk memakai sabut tersebut.
c.       Koersif
Jika pesan yang satu ini berisi pesan yang bersifat memaksa dengan sanksi bila tidak melaksanakan. Contohnya yaitu peraturan seorang bos terhadap bawahannya.
4.      Media
Media merupakan alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator ke komunikan baik secara langsung ataupun tidak langsung. Menurut para pakar psikologi, media yang paling dominan dalam berkomunikasi adalah mata dan telinga.
5.      Efek
Efek adalah hasil akhir suatu komunikasi yaitu sikap dan tingkah laku orang, sesuai atau tidak dengan yang kita inginkan. Apabila sikap dan tingkah orang lain itu sesuai, maka komunikasi itu berhasil, demikian pula sebaliknya. efek ini dapat dilihat dari pendapat pribadi, pendapat publik, dan pendapat masyarakat. Dari efek inilah yang nantinya akan memicu adanya umpan balik dari komunikan. Dan umpan balik inilah yang dapat menentukan bahwasanya suatu komunikasi dapat berhasil atau tidak.
3. Menyalurkan Ide Melalui Komunikasi
Komunikasi dalam organisasi sangat penting karena dengan adanya komunikasi maka seseorang bisa berhubungan dengan orang lain dan saling bertukar pikiran yang bisa menambah wawasan seseorang dalam bekerja atau menjalani kehidupan sehari-hari. Maka untuk membina hubungan kerja antar pegawai maupun antar atasan bawahan perlulah membicarakan komunikasi secara lebih terperinci.
Dalam menyalurkan solusi dan ide melalui komunikasi harus ada si pengirim berita (sender) maupun si penerima berita (receiver). Solusi-solusi yang diberikan pun tidak diambil seenaknya saja, tetapi ada penyaringan dan seleksi, manakah solusi yang terbaik yang akan diambil, dan yang akan dilaksanakan oleh  organisasi tersebut agar mencapai tujuan, serta visi, misi suatu organisasi.
Akan tetapi dalam prakteknya proses komunikasi harus melalui tahapan-tahapan yang kadang-kadang tidak begitu mudah. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
I.              IDE (gagasan) => Si Sender
II.           PERUMUSAN
Dalam perumusan, disini ide si sender disampaikan dalam kata-kata.
III.          PENYALURAN (transmitting)
Penyaluran ini adalah bisa lisan, tertulis, mempergunakan symbol, atau isyarat dsb.
IV.         TINDAKAN
Dalam tindakan ini sebagai contoh misalnya perintah-perintah dalam organisasi dilaksanakan.
V.           PENGERTIAN
Dalam pengertian ini disini kata-kata si sender yang ada dalam perumusan tadi menjadi ide si receiver.
VI.         PENERIMAAN
Penerimaan ini diterima oleh si penerima berita (penangkap berita). Dalam membina kerja sama dalam kelompok inilah yang nantinya digunakan dalam rangka membina koordinasi organisasi kesatuan gerak dan arah yang sesuai dengan arah dan tujuan organisasi.
Agar tercapai koordinasi dalam kerjasama pada organisasi itu sangat penting dilaksanakannya komunikasi yang setepat-tepatnya dan seefektif mungkin sehingga koordinasi dan kerjasama benar-benar dapat dilaksanakan setepat-tepatnya juga.
Suatu keputusan adalah rasional secara sengaja bila penyesuaian-penyesuaian sarana terhadap hasil akhir dicoba dengan sengaja oleh individu atau organisasi, dan suatu keputusan adalah rasional secara organisasional bila keputusan diarahkan ke tujuan-tujuan individual.
Pengambilan keputusan juga sangat memerlukan komunikasi yang setepat-tepatnya, karena dalam akhir dari pengambilan keputusan tersebut hendaknya juga merupakan pencerminan dari adanya koordinasi dan kerjasama yang tercipta dalam lingkungan perusahaan atau lingkungan organisasi.
4. Hambatan-hambatan komunikasi
Banyak hal yang bisa menghambat untuk terjadinya komunikasi yang efektif. Menurut Leonard R.S. dan George Strauss dalam Stoner james, A.F dan Charles Wankel sebagaimana yang dikutip oleh Herujito (2001), ada beberapa hambatan terhadap komunikasi yang efektif, yaitu :
1. Mendengar. Biasanya kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak hal atau informasi yang ada di sekeliling kita, namun tidak semua yang kita dengar dan tanggapi. Informasi yang menarik bagi kita, itulah yang ingin kita dengar.
2. Mengabaikan informasi yang bertentangan dengan apa yang kita ketahui.
3. Menilai sumber. Kita cenderung menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada anak kecil yang memberikan informasi tentang suatu hal, kita cenderung mengabaikannya.
4. Persepsi yang berbeda. Komunikasi tidak akan berjalan efektif, jika persepsi si pengirim pesan tidak sama dengan si penerima pesan. Perbedaan ini bahkan bisa menimbulkan pertengkaran, diantara pengirim dan penerima pesan.
5. Kata yang berarti lain bagi orang yang berbeda. Kita sering mendengar kata yang artinya tidak sesuai dengan pemahaman kita. Seseorang menyebut akan datang sebentar lagi, mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang menanggapinya. Sebentar lagi bisa berarti satu menit, lima menit, setengah jam atau satu jam kemudian.
6. Sinyal nonverbal yang tidak konsisten. Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi – tidak melihat kepada lawan bicara, tetap dengan aktivitas kita pada saat ada yang berkomunikasi dengan kita-, mampengaruhi porses komunikasi yang berlangsung.
7. Pengaruh emosi. Pada keadaan marah, seseorang akan kesulitan untuk menerima informasi. apapun berita atau informasi yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya.
8. Gangguan. Gangguan ini bisa berupa suara yang bising pada saat kita berkomunikasi, jarak yang jauh, dan lain sebagainya.
5.  Klasifikasi Komunikasi Dalam Organisasi
Di bawah ini ada beberapa klasifikasi komunikasi dalam organisasi yang di tinjau dari beberapa segi :
1.Dari segi sifatnya :
A. komunikasi yang berlangsung lisan / berbicara: Komunikasi Lisan
cth: ngobrol, presentasi
B. komunikasi melalui tulisan: Komunukasi Tertulis
Cth: sms, email ,
C. komunikasi yang dibicarakan/diungkapkan: Komunikasi Verbal
cth: ngobrol, curhat
D. komunikasi yang tidak dibicarakan(tersirat) : Komunikasi Non Verbal
cth: orang yang grogi gemetar tubuhnya
2. Dari segi arahnya :
A. komunikasi dari bawahan ke atasan : Komunikasi Ke atas
B. komunikasi dari atasan ke bawahan : Komunikasi Ke bawah
C. komunikasi ke sesama manusia / setingkat : Komunikasi Horizontal
D. pemberitahuan gempa melalui BMKG(tanpa ada timbal balik) : Komunikasi Satu Arah
E. berbicara dengan adanya timbal balik/ saling berkomunikasi : Komunikasi Dua Arah
3. Menurut Lawannya :
A. Berbicara dengan lawan bicaras yang sama: Komunikasi Satu Lawan Satu
banyaknya cth:berbicara melalui telepon
B. Berbicara antara satu orang dengan suatu kelompok. Cth: introgasi maling dengan kelompok hansip : Komunikasi Satu Lawan Banyak (kelompok)‏
C. Berbicara antara suatu kelompok dengan kelompok lain. Cth: debat partai politik : Kelompok Lawan Kelompok
4.Menurut Keresmiannya :
a. Komunikasi yang berlangsung resmi.cth: rapat pemegang saham : Komunikasi Formal
b. Komunikasi yang tidak resmi, cth : berbicara antara teman : Komunikasi Informal
6. Faktor – faktor perubahan Organisasi
Sebuah perubahan dan pengembangan dapatlah terjadi pada apapun dan siapapun tidak terkecuali dengan organisasi. Tidak banyak individu atau organisasi menyukai adanya perubahan, namun perubahan tidak dapat dihindari namun harus di hadapi.
Faktor perubahan dapat terjadi karna 2 faktor, yaitu factor internal dan factor eksternal.
Faktor internal adalah segala keseluruhan factor yang ada di dalam organisasi dimana factor tersebut dapat mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi.
Faktor eksternal adalah segala keseluruhan factor yang ada di luar organisasi yang dapat mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi. Beberapa factor tersebut antara lain : Politik, Hukum , Kebudayaan, Teknologi, Sumber alam, Demografi dan sebagainya.
Dari perubahan tersebut tentunya akan berdampak pada beberapa perubahan dalam organisasi tersebut, seperti perubahan sifat organisasi. Untuk menangani masalah tersebut, haruslah organisasi tersebut menetapkan suatu tindakan atau kebijakan dan penyesuaian diri agar sifat organisasi yang sebelumnya tidak lenyap dan terganti.
Saat terjadi perubahan struktur organisasi, haruslah tetap berpegang teguh kepada prinsip bahwa struktur organisasi telah disusun dan di tetapkan dengan tujuan memberikan suatu gambaran tentang berbagai hal dalam organisasi tersebut.
Dalam melakukan perubahan dalam suatu organisasi umumnya tidak berjalan dengan begitu lancar karna terdapat beberapa hambatan dalam proses perubahan tersebut. Hambatan tersebut umumnya terjadi dari luar atau dari factor ekstenal.
7. Proses perubahan
Organisasi apapun tidak dapat menghindarkan diri dari pengaruh daripada berbagai perubahan yang terjadi di luar organisasi. Perubahan tersebut mempunyai dampak tehadap organisasi, baik dampak yang bersifat negatif maupun positif. Dampak bersifat negati apabila perubahan itu menjadi hambatan bagi kelancaran, perkembangan dan kemajuan organisasi. Dampak bersifat positif apabila perubahan yang terjadi di luar organisasi.
• MENGADAKAN IDENTIFIKASI
• MENETAPKAN PERUBAHAN
• MENENTUKAN STRATEGI
• MELAKUKAN EVALUASI
8. Ciri-ciri pengembangan Organisasi
Ciri-ciri pengembangan organisasi adalah suatu strategi pendidikan yang komplleks yang dimaksudkan untuk mengubah keyakinan, sikap, nilai dan struktur organisasi sehingga mereka dapat lebih beradaptasi dengan teknologi baru, pemasaran dan tantangan, dan tinngkat yang memusingkan perubahan itu sendiri.
9. Metode pengembangan organisasi
Pengembangan organisasi (PO) sebagai suatu disiplin perubahan perencanaan yang menekankan pada penerapan ilmu pengetahuan dan praktek keperilakuan untuk membantu organisasi-organisasi mencapai efektivitas yang lebih besar. Para manajer dan staf ahli harus bekerja dengan dan melalui orang-orang untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dan PO dapat membantu mereka membentuk hubungan yang efektif di antara mereka. Di dalam menghadapi akselerasi perubahan yang semakin cepat, PO diperlukan untuk bisa mengatasi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan tersebut.
Sejarah pengembangan organisasi ditunjukkan oleh lima latar belakang/batang: pelatihan laboratorium, umpan balik survei, riset tindakan, produktivitas dan kualitas kehidupan kerja, serta perubahan strategik. Pertumbuhan yang berkelanjutan di dalam sejumlah deversitas pendekatan PO, praktisi, dan keterlibatan organisasi membuktikan sehatnya suatu disiplin dan menawarkan suatu prospek yang menguntungkan di waktu mendatang.
Para Pelaku Pengembangan Organisasi
Pengembangan organisasi (PO) diterapkan kepada tiga jenis manusia: spesialisasi individu di dalam PO sebagai profesi, orang-orang dari lapangan yang terkait, yang telah mencapai sejumlah kompetensi di dalam PO, dan para manajer yang memiliki keahlian PO yang diperlukan untuk perubahan dan mengembangkan organisasi atau departemen mereka.
Peranan profesional PO dapat diterapkan terhadap konsultan internal, yang memiliki organisasi yang sedang mengalami perubahan, dan terhadap konsultan eksternal yang menjadi anggota universitas dan perusahaan konsultan atau bekerja sendiri, serta terhadap anggota tim konsultan internal-eksternal. Peranan PO akan dideskripsikan secara tepat didalam istilah marjinalitas. Orang-orang yang berorientasi pada marjinalitas nampak khususnya beradaptasi untuk peran PO, karena mereka dapat menjaga kenetralan dan objektivitas serta mengembangkan solusi yang integratif yang mengakurkan titik pandang antara departemen-departemen oposisi. Sementara peranan PO di masa lalu telah dideskripsikan sebagai ujung klien dari suatu kontinum mulai dari fungsi clien-centered kepada consultant-centered. Pengembangan intervensi baru dan beraneka ragam telah menggeser peranan profesional PO meliputi keseluruhan rentang dari kontinum tersebut.
Walaupun masih menjadi suatu kemunculan profesi, sebagian besar profesional PO memiliki pelatihan khusus didalam PO, terbentang dari kursus-kursus jangka pendek dan workshop-workshop, serta pendidikan master dan doktor. Tidak ada jalur karir tunggal, namun demikian konsultan internal sering digunakan sebagai batu loncatan untuk menjadi konsultan eksternal.
10. Pengertian Kepemimpinan
Dalam bahasa Indonesia “pemimpin” sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.
Istilah pemimpin, kemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama “pimpin”. Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda.
Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan “pemimpin”.
Arti pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan – khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang , sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu beberapa tujuan.
11. Tipe-tipe Kepemimpinan
Tipe Otokratik
Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteritik yang negatif.Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dalam bentuk :
1.         Kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka.
2.         Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.
3.         Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara lain:
1.         Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya.
2.         Dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya.
3.         Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi.
4.         Menggunakan pendekatan punitif dalamhal terhadinya penyimpangan oleh bawahan.
Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masuarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggiota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tiokoh-toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan.
Tipe Kharismatik
Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literatur yang ada tentang kriteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi.
Tipe Laissez Faire
Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.
12. Teori-Teori Kepemimpinan
Salah satu prestasi yang cukup menonjol dari sosiologi kepemimpinan modern adalah perkembangan dari teori peran (role theory). Dikemukakan, setiap anggota suatu masyarakat menempati status posisi tertentu, demikian juga halnya dengan individu diharapkan memainkan peran tertentu. Dengan demikian kepemimpinan dapat dipandang sebagai suatu aspek dalam diferensiasi peran. Ini berarti bahwa kepemimpinan dapat dikonsepsikan sebagai suatu interaksi antara individu dengan anggota kelompoknya.
Menurut kaidah, para pemimpin atau manajer adalah manusia-manusia super lebih daripada yang lain, kuat, gigih, dan tahu segala sesuatu (White, Hudgson & Crainer, 1997). Para pemimpin juga merupakan manusia-manusia yang jumlahnya sedikit, namun perannya dalam organisasi merupakan penentu keberhasilan dan suksesnya tujuan yang hendak dicapai. Berangkat dari ide-ide pemikiran, visi para pemimpin ditentukan arah perjalanan suatu organisasi. Walaupun bukan satu-satunya ukuran keberhasilan dari tingkat kinerja organisasi, akan tetapi kenyataan membuktikan tanpa kehadiran pemimpin, suatu organisasi akan bersifat statis dan cenderung berjalan tanpa arah.
Dalam sejarah peradaban manusia, dikonstatir gerak hidup dan dinamika organisasi sedikit banyak tergantung pada sekelompok kecil manusia penyelenggara organisasi. Bahkan dapat dikatakan kemajuan umat manusia datangnya dari sejumlah kecil orang-orang istimewa yang tampil kedepan. Orang-orang ini adalah perintis, pelopor, ahli-ahli pikir, pencipta dan ahli organisasi. Sekelompok orang-orang istimewa inilah yang disebut pemimpin. Oleh karenanya kepemimpinan seorang merupakan kunci dari manajemen. Para pemimpin dalam menjalankan tugasnya tidak hanya bertanggungjawab kepada atasannya, pemilik, dan tercapainya tujuan organisasi, mereka juga bertanggungjawab terhadap masalah-masalah internal organisasi termasuk didalamnya tanggungjawab terhadap pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia. Secara eksternal, para pemimpin memiliki tanggungjawab sosial kemasyarakatan atau akuntabilitas publik.
Dari sisi teori kepemimpinan, pada dasarnya teori-teori kepemimpinan mencoba menerangkan dua hal yaitu, faktor-faktor yang terlibat dalam pemunculan kepemimpinan dan sifat dasar dari kepemimpinan. Penelitian tentang dua masalah ini lebih memuaskan daripada teorinya itu sendiri. Namun bagaimanapun teori-teori kepemimpinan cukup menarik, karena teori banyak membantu dalam mendefinisikan dan menentukan masalah-masalah penelitian. Dari penelusuran literatur tentang kepemimpinan, teori kepemimpinan banyak dipengaruhi oleh penelitian Galton (1879) tentang latar belakang dari orang-orang terkemuka yang mencoba menerangkan kepemimpinan berdasarkan warisan. Beberapa penelitian lanjutan, mengemukakan individu-individu dalam setiap masyarakat memiliki tingkatan yang berbeda dalam inteligensi, energi, dan kekuatan moral serta mereka selalu dipimpin oleh individu yang benar-benar superior.
Perkembangan selanjutnya, beberapa ahli teori mengembangkan pandangan kemunculan pemimpin besar adalah hasil dari waktu, tempat dan situasi sesaat. Dua hipotesis yang dikembangkan tentang kepemimpinan, yaitu ; (1) kualitas pemimpin dan kepemimpinan yang tergantung kepada situasi kelompok, dan (2), kualitas individu dalam mengatasi situasi sesaat merupakan hasil kepemimpinan terdahulu yang berhasil dalam mengatasi situasi yang sama (Hocking & Boggardus, 1994).
Dua teori yaitu Teori Orang-Orang Terkemuka dan Teori Situasional, berusaha menerangkan kepemimpinan sebagai efek dari kekuatan tunggal. Efek interaktif antara faktor individu dengan faktor situasi tampaknya kurang mendapat perhatian. Untuk itu, penelitian tentang kepemimpinan harus juga termasuk ; (1) sifat-sifat efektif, intelektual dan tindakan individu, dan (2) kondisi khusus individu didalam pelaksanaannya. Pendapat lain mengemukakan, untuk mengerti kepemimpinan perhatian harus diarahkan kepada (1) sifat dan motif pemimpin sebagai manusia biasa, (2) membayangkan bahwa terdapat sekelompok orang yang dia pimpin dan motifnya mengikuti dia, (3) penampilan peran harus dimainkan sebagai pemimpin, dan (4) kaitan kelembagaan melibatkan dia dan pengikutnya (Hocking & Boggardus, 1994).
Beberapa pendapat tersebut, apabila diperhatikan dapat dikategorikan sebagai teori kepemimpinan dengan sudut pandang “Personal-Situasional”. Hal ini disebabkan, pandangannya tidak hanya pada masalah situasi yang ada, tetapi juga dilihat interaksi antar individu maupun antar pimpinan dengan kelompoknya. Teori kepemimpinan yang dikembangkan mengikuti tiga teori diatas, adalah Teori Interaksi Harapan. Teori ini mengembangkan tentang peran kepemimpinan dengan menggunakan tiga variabel dasar yaitu; tindakan, interaksi, dan sentimen. Asumsinya, bahwa peningkatan frekuensi interaksi dan partisipasi sangat berkaitan dengan peningkatan sentimen atau perasaan senang dan kejelasan dari norma kelompok. Semakin tinggi kedudukan individu dalam kelompok, maka aktivitasnya semakin sesuai dengan norma kelompok, interaksinya semakin meluas, dan banyak anggota kelompok yang berhasil diajak berinteraksi.
Pada tahun 1957 Stogdill mengembangkan Teori Harapan-Reinforcement untuk mencapai peran. Dikemukakan, interaksi antar anggota dalam pelaksanaan tugas akan lebih menguatkan harapan untuk tetap berinteraksi. Jadi, peran individu ditentukan oleh harapan bersama yang dikaitkan dengan penampilan dan interaksi yang dilakukan. Kemudian dikemukakan, inti kepemimpinan dapat dilihat dari usaha anggota untuk merubah motivasi anggota lain agar perilakunya ikut berubah. Motivasi dirubah dengan melalui perubahan harapan tentang hadiah dan hukuman. Perubahan tingkahlaku anggota kelompok yang terjadi, dimaksudkan untuk mendapatkan hadiah atas kinerjanya. Dengan demikian, nilai seorang pemimpin atau manajer tergantung dari kemampuannya menciptakan harapan akan pujian atau hadiah.
Atas dasar teori diatas, House pada tahun 1970 mengembangkan Teori Kepemimpinan yang Motivasional. Fungsi motivasi menurut teori ini untuk meningkatkan asosiasi antara cara-cara tertentu yang bernilai positif dalam mencapai tujuan dengan tingkahlaku yang diharapkan dan meningkatkan penghargaan bawahan akan pekerjaan yang mengarah pada tujuan. Pada tahun yang sama Fiedlermengembangkan Teori Kepemimpinan yang Efektif. Dikemukakan, efektivitas pola tingkahlaku pemimpin tergantung dari hasil yang ditentukan oleh situasi tertentu. Pemimpin yang memiliki orientasi kerja cenderung lebih efektif dalam berbagai situasi. Semakin sosiabel interaksi kesesuaian pemimpin, tingkat efektivitas kepemim-pinan makin tinggi.
Teori kepemimpinan berikutnya adalah Teori Humanistik dengan para pelopor Argryris, Blake dan Mouton, Rensis Likert, dan Douglas McGregor. Teori ini secara umum berpendapat, secara alamiah manusia merupakan “motivated organism”. Organisasi memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu. Fungsi dari kepemimpinan adalah memodifikasi organisasi agar individu bebas untuk merealisasikan potensi motivasinya didalam memenuhi kebutuhannya dan pada waktu yang sama sejalan dengan arah tujuan kelompok. Apabila dicermati, didalam Teori Humanistik, terdapat tiga variabel pokok, yaitu; (1), kepemimpinan yang sesuai dan memperhatikan hati nurani anggota dengan segenap harapan, kebutuhan, dan kemampuan-nya, (2), organisasi yang disusun dengan baik agar tetap relevan dengan kepentingan anggota disamping kepentingan organisasi secara keseluruhan, dan (3), interaksi yang akrab dan harmonis antara pimpinan dengan anggota untuk menggalang persatuan dan kesatuan serta hidup damai bersama-sama. Blanchard, Zigarmi, dan Drea bahkan menyatakan, kepemimpinan bukanlah sesuatu yang Anda lakukan terhadap orang lain, melainkan sesuatu yang Anda lakukan bersama dengan orang lain (Blanchard & Zigarmi, 2001).
Teori kepemimpinan lain, yang perlu dikemukakan adalah Teori Perilaku Kepemimpinan. Teori ini menekankan pada apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Dikemukakan, terdapat perilaku yang membedakan pemimpin dari yang bukan pemimpin. Jika suatu penelitian berhasil menemukan perilaku khas yang menunjukkan keberhasilan seorang pemimpin, maka implikasinya ialah seseorang pada dasarnya dapat dididik dan dilatih untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif. Teori ini sekaligus menjawab pendapat, pemimpin itu ada bukan hanya dilahirkan untuk menjadi pemimpin tetapi juga dapat muncul sebagai hasil dari suatu proses belajar.
Selain teori-teori kepemimpinan yang telah dikemukakan, dalam perkembangan yang akhir-akhir ini mendapat perhatian para pakar maupun praktisi adalah dua pola dasar interaksi antara pemimpin dan pengikut yaitu pola kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional. Kedua pola kepemimpinan tersebut, adalah berdasarkan pendapat seorang ilmuwan di bidang politik yang bernama James McGregor Burns (1978) dalam bukunya yang berjudul “Leadership”. Selanjutnya Bass (1985) meneliti dan mengkaji lebih dalam mengenai kedua pola kepemimpinan dan kemudian mengumumkan secara resmi sebagai teori, lengkap dengan model dan pengukurannya.

SUMBER :
http://sugiartha26.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar